Kamis, 08 September 2011

SBY Diminta Perhatikan Kasus Munir Tribunnews.com - Rabu, 7 September 2011 12:20 WIB


SBY Diminta Perhatikan Kasus Munir
TRIBUNNEWS.COM/DANANG SETIAJI
Para aktivis yang tergabung dalam Komunitas Masyarakat Adat Papua Anti Korupsi (Kampak Papua) menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Rabu (7/9/2011). Mereka menuntut SBY agar juga memerhatikan kasus Munir

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam rangka memperingati tujuh tahun terbunuhnya aktivis HAM, Munir, para aktivis yang tergabung dalam Komunitas Masyarakat Adat Papua Anti Korupsi (Kampak Papua) menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Rabu (7/9/2011).
Mereka menuntut SBY agar juga memerhatikan kasus Munir sama seperti kasus Nazaruddin. Koordinator Lapangan Kampak Papua, Dorus Wakum, mengatakan kasus Munir ini sudah tujuh tahun menguap tanpa ada perubahan yang signifikan terhadap para pelaku pembunuhnya.
"Yang saat ini diproses hanya Polycarpus. Itupun mendapat remisi. Sedangkan Muchdi PR justru divonis bebas. Ini menjadi catatan buruk kenapa yang membunuh justru divonis bebas dan ada yang mendapat remisi," ujar Dorus, Rabu (7/9/2011).
Dikatakannya, kenyataan tersebut membuat SBY dinilai anti HAM dan tidak memerjuangkan hak-hak asasi yang dirampas, khususnya pada aktivis yang vokal membela kepentingan rakyat. Dorus menuturkan mandeknya kasus Munir menjadi cerminan buruknya penanganan kasus besar lain yang juga mandek.
"SBY sebagai bapak bangsa jangan hanya mementingkan kasus Nazaruddin. Jangan karena itu menyangkut partai dan keluarganya, kemudian lebih mementingkan kasusu tersebut dan mengabaikan kasus besar lain terutama yang menyangkut HAM," ucapnya.
Ditambahkannya, pihaknya menghargai apa yang dilakukan kepolisian dengan menangkap tersangka pelaku pembunuhan. Namun sangat disayangkan kinerja hakim yang membebaskan pelaku kekerasan HAM sehingga kasus pembunuhan Munir pun menguap.

Penulis: Danang Setiaji Prabowo  |  Editor: Yudie Thirzano
Akses Tribunnews.com lewat perangkat mobile anda melalui alamat m.tribunnews.com

Tujuh Tahun Kasus Munir Bergulir, SBY Dicap Presiden Palsu Tribunnews.com - Rabu, 7 September 2011 14:34 WIB


Tujuh Tahun Kasus Munir Bergulir, SBY Dicap Presiden Palsu
TRIBUNNEWS.COM/DANANG SETIAJI
Para aktivis yang tergabung dalam Komunitas Masyarakat Adat Papua Anti Korupsi (Kampak Papua) menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Rabu (7/9/2011). Mereka menuntut SBY agar juga memerhatikan kasus Munir

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nicolas Timothy
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Komite Solidaritas Untuk Munir (KASUM) menyebut SBY Presiden palsu. Hal ini terkait tidak tuntasnya kasus pembunuhan yang menimpa aktivis HAM, Munir yang sudah berjalan selama kurun waktu tujuh tahun hingga kini.
"Kita butuh Presiden yang berani menuntaskan kasus Munir ini dengan keadilan hukum yang independen," ujar Choirul Anam, Sekertaris Eksekutif KASUM saat ditemui Tribunnews.com, Rabu (7/9/2011).
Selain itu Choirul juga menjelaskan tema yang diusung KASUM saat ini dalam melaksanakan aksi damai yang diselenggarakan di depan Istana Negara, Jakarta Pusat.
"Kami mengambil tema 'Menolak Presiden Palsu dan Mencari Presiden yang Berani' ini karena sesuai dengan Presiden kita saat ini yang hanya obral janji dan mengurusi pencitraan dirinya," pungkas Choirul Anam.

Penulis: Imanuel Nicolas Timothy  |  Editor: Yudie Thirzano
Akses Tribunnews.com lewat perangkat mobile anda melalui alamat m.tribunnews.com

Selasa, 06 September 2011

Kapan Pemerintah Mau Dialog Soal Papua?

Kapan Pemerintah Mau Dialog Soal Papua?


JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM), yang terdiri dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), dan Komisi Waligereja Indonesia (KWI) mendesak pemerintah agar segera melakukan dialog dengan masyarakat Papua terkait dengan sejumlah kekerasan di daerah tersebut.
Mantan Koordintor Kontras Usman Hamid menilai, pemerintah saat ini terlihat tidak serius untuk mencegah atau mengungkap pelaku-pelaku kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua.
"Sebelum situasi Papua menjadi kritis, kami mendesak agar elite-elite Pemerintah dan DPR agar tidak menyibukan diri dalam hirup pikuk persoalan korupsi yang mengancam kepentingan sendiri, seperti kasus Nazaruddin ini. Mereka harus mempedulikan nasib rakyat, terutama rakyat di Papua," ujar Usman saat melakukan konferensi pers di Kantor KWI, Jakarta, Minggu (21/8/2011).
Lebih lanjut, tambah Usman, masyarakat Papua menuntut dialog, dan membahas sumber masalah Papua secara jujur, bukan sebatas persepsi sepihak atas stabilitas keamanan, otonomi khusus, dan pembangunan ekonomi saja, seperti dalam pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato kenegaraannya beberapa waktu lalu. Menurutnya, hal itu harus dilakukan agar tujuan otonomi khusus betul-betul dijalankan agar hak-hak asli orang Papua dipulihkan.
"Baik jaminan kesejahteraan, pendidikan sampai soal penghormatan harga diri Papua harus diperhatikan secara serius. Karena otsus di Papua sekarang ini bisa kita katakan telah gagal," kata Usman.
Sementara itu, menurut anggota KWI Romo Benny, soal gangguan keamanan di Papua, pemerintah seharusnya tidak hanya bertindak tegas untuk menjamin tetap terjaganya ketertiban kehidupan masyarakat, dan tegaknya keadulatan NKRI. Seharusnya, kata Romo Benny, Presiden menginstruksikan jajaran Polri untuk mengusut tuntas siapa pelaku gangguan keamanan itu, diikuti dengan bukti-bukti hukum yang kuat, tidak hanya asal tuding menuding.
"Karena rakyat Papua mengingkan pola-pola lama menciptakan konflik dan kekerasan di tanah mereka itu dihentikan," kata Romo Benny.
Sementara itu, untuk pembangunan ekonomi, pemerintah juga seharusnya tidak hanya fokus hanya dengan pendekatan ekonomi. Menurut Romo Benny, beberapa masalah seperti bidang kesehatan dan pendidikan, marjinalisasi, diskriminasi, dan kontradiksi antara Papua dan Jakarta tentang sejarah dan identitas politik papua, dapat juga menjadi penyebab kegagalan pembangunan rakyat Papua.
"Masalah ini semua hanya bisa diselesaikan dengan mekanisme dialog sebagaimana dialog yang terjadi dalam kasus Aceh, dan sebuah pengakuan kepada identitas politik orang-orang Papua," tuturnya.
Oleh karena itu, lanjut Romo Benny, jika pemerintah berjanji membangun komunikasi yang konstruktif di Papua, dialog dengan masyarakat Papua harus segera dilaksanakan agar kondisi di daerah tersebut tidak semakin kritis.
"Presiden mengatakan, menata Papua dengan hati adalah kunci dari semua langkah untuk menyukseskan pembangunan Papua, sebagai gerbang timur wilayah Indonesia. Dan jika pernyataan itu sungguh-sungguh, maka seharusnya kunci itu juga digunakan untuk membuka pintu jalan menuju dialog Papua dengan segera," tukasnya.

Sumber; http://nasional.kompas.com

Hentikan Pembentukan Milisi di Papua Iwan Santosa | Pepih Nugraha | Selasa, 23 Agustus 2011 | 22:18 WIB

R.A. KHAIRUN NISA
Imparsial

JAKARTA, KOMPAS.com — Imparsial mendesak pemerintah menghentikan pembentukan milisi di Papua. Aktivis Imparsial Ardimanto dalam pertemuan di Kontras, Jakarta, Selasa (23/8/2011), mengatakan, mobilsasi warga sebagai milisi semakin mengkhawatirkan di Papua."Itu mengadu dan memecah belah warga," kata Ardimanto.
Agus Kosay, mahasiswa Papua yang hadir dalam dialog tersebut, menambahkan, milisi membuat masyarakat terbelah. Adapun Kordinator Umum Komunitas Adat Masyarakat Papua Anti Korupsi (KAMPAK) Dorus Wakum menegaskan, milisi dibentuk aparat dan rawan menimbulkan konflik warga luar Papua dengan warga Papua.
"Juga ada upaya mengadu sesama warga asli Papua dari daerah asal yang berbeda," kata Wakum.
Ardimanto membenarkan ucapan Wakum dan menyatakan, milisi dan pos-pos TNI banyak dibentuk menempel komunitas pedagang dari luar Papua. Para aktivis melihat ada upaya mengadu domba masyarakat melalui keberadaan milisi-milisi tersebut

Keamanan Papua Kapolda: Kondisi Papua Tetap Kondusif

ilustrasi
JAYAPURA, KOMPAS.com -  Kapolda Papua Irjen B.L Tobing, Selasa (23/8/2011) di Papua mengatakan, kondisi keamanan di Papua secara umum kondusif. Berbagai kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini menurutnya persoalan kriminal biasa yang merupakan bagian dari siklus kehidupan.
Peristiwa-peristiwa itu menurutnya tidak mempengaruhi situasi umum Papua. Situasi tetap kondusif.
-- BL Tobing

"Peristiwa-peristiwa itu menurutnya tidak mempengaruhi situasi umum Papua. Situasi tetap kondusif," kata B.L Tobing seusai memberi pengarahan jajaran Polres Kota Jayapura, Papua.
Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Polres Kota Jayapura AKBP Imam Setiawan. Meski pada hari yang sama di Kota Jayapura terjadi beberapa kasus kekerasan dan penganiayaan yang menyebabkan beberapa korban jatuh, Imam Setiawan menegaskan bahwa kasus-kasus itu murni krinimal.
Salah satu kasus menonjol yang terjadi pada Selasa pagi adalah penganiayaan yang menyebabkan Kapten Tasman M. Nur, perwira pertama Bintal Kodam XVII Cendrawasih meninggal dunia. Perwira itu dicegat oleh dua orang pemalak di kawasan jalan baru, Waena.
Menurut saksi mata, mereka menyerang Tasman dengan pisau dan parang. Polisi segera bergerak dan berhasil menangkap kedua pelaku penganiayaan tersebut.
Pada Selasa siang, sekitar pukul 13.00 terjadi kasus pencurian dengan kekerasan di kawasan kompleks Rektorat Uncen. Korban, Yaas Kogoya (21) luka parah karena sabetan parang. M enurut saksi mata, pelaku saat itu hendak mengambil tas milik korban, namun diketahui korban yang kemudian mengejar pelaku.
Saat itulah korban diserang dengan parang. Korban sempat melawan namun pelaku berhasil melarikan diri. Korban menderita luka cukup parah dan segera dilarikan ke Rumah Sakit Dian Harapan, Waena.
Kepala Polres Kota Jayapura AKBP Imam Setiawan mengatakan, pihaknya terus memantau perkembangan situasi keamanan di wilayah Kota Jayapura.
Kepala Bidang Humas Polda Papua Kombes Wachyono mengatakan, dalam pengarahannya Kapolda Papua Irjen B.L Tobing mengatakan polisi harus selalu bersikap profesional dalam menangani setiap ancaman dan kasus yang ada serta terus memantau peta wilayah terutama pada titik-titik rawan.
Josie Susilo Hardianto | Robert Adhi Kusumaputra | Selasa, 23 Agustus 2011 | 17:24 WIB

Presiden, Situasi di Papua Sudah Darurat!

Presiden, Situasi di Papua Sudah Darurat!
Ary Wibowo | Heru Margianto | Rabu, 24 Agustus 2011 | 10:42 WIB
|
Share:
JAKARTA, KOMPAS.com — Aktivis hak asasi manusia yang juga mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid mendesak pemerintah segera mengusut pelaku-pelaku kekerasan baik terhadap warga sipil, polisi, maupun TNI di Papua. Menurut dia, tingkat keamanan di Papua saat ini sudah semakin mencekam dan darurat.
"Harus diungkap dari sekarang sebelum pelakunya sulit dideteksi. Kemarin, kami baru dapat laporan terbaru, di sana situasinya semakin mencekam dan darurat. Warga semakin khawatir dengan semua kejadian penembakan selama dua bulan terakhir, Juli dan Agustus," ujar Usman saat dihubungi Kompas.com di Jakarta, Rabu (24/8/2011).
Usman dimintai pendapat tentang kasus pembunuhan anggota TNI, Kapten Inf Tasman bin Noer, yang tewas dengan kondisi mengenaskan, yakni leher belakang ditebas dengan parang oleh dua orang tak dikenal di Papua, Selasa. Jenazah Tasman sudah dibawa ke Jakarta untuk dikebumikan.
Menurut Usman, dari berbagai aksi kekerasan tersebut, sulit menduga siapa pelakunya. Ia mengatakan, kalangan agamawan, tokoh pemuda, dan lembaga swadaya masyarakat kini merasa situasi di Papua semakin memburuk. Mereka, kata Usman, merasa kelompok-kelompok bersenjata di Papua seperti sudah ada di mana-mana.
"Inilah yang kita harapkan, pemerintah, khususnya Presiden, dapat segera menjawab tuntutan dialog di Papua karena kondisinya sudah sangat darurat. Mereka bisa tanggapi hal itu dengan mengatakan pemerintah meminta TNI dan Polri cegah kekerasan," kata Usman.
Oleh karena itu, ia meminta Presiden dapat segera menandatangani Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) sebagai bentuk keseriusan pemerintah membenahi sistem di Papua.
Dalam pengusutan kekerasan, termasuk kasus pembunuhan Tasman, menurut Usman, pemerintah harus melibatkan Komnas HAM serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Selain itu, pemerintah juga dapat menindaklanjuti hasil Konferensi Damai Papua, 5-7 Juli lalu, yang dihadiri Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto. Menurut Usman, langkah itu lebih konstruktif untuk dijalankan dalam situasi darurat di Papua.
"Panggil juga Kepala BIN dan Kepala BAIS untuk jelaskan kondisi terakhir di sana. Ini harus segera dilakukan karena propaganda yang beredar di Papua semakin hari kian tidak konstruktif, bisa memicu kontak senjata antara kelompok OPM dan tentara," katanya.

Unjuk Rasa Warnai Sidang Narkoba Bupati


15.15 WIT, Manokwari Papua Barat
Unjuk Rasa Warnai Sidang Narkoba Bupati
Selasa, 06 September 2011 00:02 WIB     
Komentar: 0
Unjuk Rasa Warnai Sidang Narkoba Bupati
PENGADILAN Negeri Manokwari, Papua Barat, kembali menggelar sidang penyalahgunaan narkoba dengan terdakwa Bupati nonaktif Teluk Wondama, Albert H Torey, kemarin. Sidang mengagendakan pembacaan pleidoi dari penasihat hukum terdakwa.

Di luar sidang, dua kelompok massa pro dan kontra terdakwa terlibat bentrokan. Adu pukulan terjadi saat warga pendukung Albert berupaya membubarkan massa yang berunjuk rasa.

Baku hantam tidak berlangsung lama karena polisi yang bersiaga di lokasi segera membubarkan kedua kelompok. Massa kontra meminta sang bupati dihukum berat karena telah mencoreng nama baik Kabupaten Teluk Wondama.

Albert ditangkap saat mengisap sabu bersama istrinya, Vivien Andriyani Susilowaty, di rumah mereka di kawasan Lembah Hijau, Kampung Inggramui, Distrik Manokwari Barat, Papua Barat.

Di Cirebon, Jawa Barat, massa pendukung Wakil Wali Kota Sunaryo dan mantan Ketua DPRD Suryana menggelar demonstrasi di jalur pantura. Kedua pejabat ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi dana APBD 2004 sebesar Rp4,9 miliar dan ditahan di Bandung. Ratusan orang itu melakukan konvoi dari Jalan Siliwangi, Balai Kota Cirebon, hingga ruas pantura di Krucuk.(SI/UL/N-2